Berkenalan denganmu di sebuah senja temaram tak pernah kuduga sebelumnya. Percakapan singkat lewat Yahoo Messenger yang berakhir karena kesalahan koneksi membuatku terkesan, tersenyum menatap layar monitor sambil terus bertanya dalam hati, mengapa harus ada getaran aneh ini?
Percakapan selanjutnya kita lanjutkan di suatu siang pada hari Jumat tepat pukul sepuluh. Kau memberi aku kesan yang lain, yang membuat getaran itu kembali hadir. Dan lagi-lagi kau membuatku tersenyum saat kurasakan ponselku bergetar, kemudian aku membaca sebuah pesan singkat darimu:
Hai, aku Adrian.
Seiring dengan perjalanan waktu, aku mulai mengenalmu, siapa pemilik jiwa dari raga berbalut kulit putih dengan sorot mata yang selalu menggugahku untuk mengenalmu. Sebuah dunia yang ingin kulihat di balik bening kacamatamu, meski kau selalu ragu...
"Tak ada yang mampu menembus tembok-tembok itu...", katamu.
Sampai malam itu, sebuah percakapan yang entah bermula dari mana, membawa kita. Walaupun aku sempat kecewa karena kau memberiku satu asa, tapi tiba-tiba kau hempas begitu saja, aku bahagia. Saat jiwa kita sama-sama pupus, tanpa kata cinta, kutahu kau ungkapkan semua dengan nyata.
Suaramu terdengar tergesa. Setelah menarik nafas perlahan, kau berkata, "Aku ingin kita menjalaninya..."
Ada kilatan bahagia membelah langit malam itu. Melintas senyap sebuah rasa di remang malam. Mungkin kau pun tak pernah mengira. Karena cinta memang tak terkira, ia hadir begitu saja, bahkan oleh hatimu sendiri.
Dirimu membawa jiwaku melayang jauh, melewati logika. Tak ada yang kuragukan kini. Ya, pergilah segala ragu, enyahlah semua gamang, dan kan kupastikan, kaulah yang terindah. Cintaku tak berbatas hingga ujung waktu.
Garis wajahmu membingkai mataku, lekuk tubuhmu mengukir kalbuku. Seperti dirimu, Apollo, aku, takkan lari lagi ketika Eros membidikkan panahnya. Tak peduli pada kemarahan Aphrodite, aku terus mencintaimu. Kubawakan rasaku sepenuh telaga, dengan ketenangan riak gelombangnya, kuingin kau mengerti, aku ingin kau bahagia...
Menatap sekawanan merpati putih yang saling mencuri pandang, tersipu oleh cinta yang bersemi. Setelah hening yang begitu dalam, setitik suara memecah sunyi. Ah, maafkan jika kubuat kau kecewa dengan sifatku. Mawar takkan tahu ada dari dalam dirinya yang dapat membuat seseorang terluka ketika menyentuhnya. Namun, sungguh kuhanya ingin mencintaimu, tanpa berani meminta setitik air pada samudra. Kau terlalu berharga.
Ketika senja tiba dan langit menyemburat jingga, tunggulah aku di sudut jalan itu..
Jakarta, 17 September 2007
0 komentar:
Aku dan Kamu

Kita
- adrian-sefry
- dua orang yang sama-sama suka menulis. bertemu di sebuah senja yang tak terduga, menyatu dalam satu ikatan yang tak pernah disangka.
Recent Comments
Tentang Kita

Subjudul - Dari Aku Buat Kamu
Penerbit -
Tebal -
Jumlah Halaman -